menujuindonesiaemas.net – Sengketa empat pulau antara Aceh dan Sumut melibatkan aspek administratif, historis, dan legal. Aceh tegas memperjuangkan statusnya melalui advokasi legislatif dan bukti verifikasi faktual, serta audiensi bersama Kemendagri. Sementara itu, Sumut berpegang pada keputusan 2022 tanpa revisi.
1. Identitas dan Status Pulau
Keempat pulau yang sedang disengketakan adalah:
- Pulau Mangkir Besar (Gadang)
- Pulau Mangkir Kecil (Ketek)
- Pulau Lipan
- Pulau Panjang
Awalnya termasuk wilayah administratif Kabupaten Aceh Singkil, berdasarkan peta MoU Helsinki (1 Juli 1956). Namun, pada 14 Februari 2022, melalui Kepmendagri No. 050‑145/2022, keempat pulau ini secara resmi ditetapkan ke dalam kewenangan administratif Provinsi Sumatera Utara (Kabupaten Tapanuli Tengah).
2. Respons Pemerintah Aceh & Legislatif
- DPRA (Dewan Perwakilan Rakyat Aceh) membentuk Tim Advokasi bersama Pemerintah Aceh & Forum Aceh DPR‑DPD RI untuk mengembalikan status pulau ke Aceh melalui advokasi ke Kemendagri.
- DPRA dan DPR Aceh menegaskan potensi konflik antara nelayan Aceh dan Sumut jika sengketa dibiarkan, serta menolak keputusan Kemendagri yang dinilai tidak mengacu pada MoU Helsinki dan peta 1956.
3. Langkah Hukum & Koordinasi Strategis
- Pemerintah Aceh telah mengirimkan minimal lima surat resmi ke Kemendagri sejak 2019, namun belum ada respons konkrit.
- Afifudin (Sekda Aceh) dan Dr. Adli Abdullah (USK) mendorong revisi Kepmendagri dengan pendekatan dokumenter dan audiensi langsung guna menyajikan bukti koordinat dan fungsional, serta menghindari konflik horizontal.
- Kemenko Polhukam dan Kemendagri dijadwalkan menginisiasi pertemuan trilateral antara Aceh, Sumut, dan Kemendagri untuk menyelesaikan sengketa administrasi ini.
4. Aspek Hukum, Bukti, & Verifikasi
- Tim ekspedisi dan kajian akademis mencatat adanya kesalahan titik koordinat dalam peta 2009, yang menyebabkan konflik data verifikasi rupabumi.
- Tim joint dari Kemendagri, KKP, TNI AL, BIG, Sumut, dan Aceh telah melakukan verifikasi factual dan menemukan sejumlah infrastruktur publik Aceh di pulau-pulau tersebut (dermaga, mushalla, tugu, dll.) sebagai bukti kelangsungan administrasi Aceh atas pulau-pulau ini.
- Ahli waris Teuku Raja Udah, memiliki bukti legal berupa SK Inspeksi Agraria Aceh No. 125/IA/1965, yang menunjukkan keberadaan hak ulayat keluarga mereka atas keempat pulau ini.
5. Kondisi Terkini & Rekomendasi