
menujuindonesiaemas.net – Pada Desember 2024, kepolisian berhasil membongkar pabrik pembuatan uang palsu di Gedung Perpustakaan Kampus II UIN Alauddin Makassar, Kabupaten Gowa. Bahkan, dua lembar Surat Berharga Negara (SBN) palsu senilai Rp 700 triliun, serta sertifikat deposito fiktif sebesar Rp 45 triliun, turut diamankan sebagai barang bukti. Selain itu, aparat juga menyita mesin cetak dari China senilai sekitar Rp 600 juta, yang dikendalikan melalui suruhan dari pelaku berinisial ASS dan AI (Kepala Perpustakaan).
Saat itu, aparat telah menetapkan 17–19 tersangka, meliputi AI (Kepala Perpustakaan UIN) sebagai penyedia lokasi aman di kampus untuk produksi uang dan SBN palsu. ASS sebagai pemodal utama, pemberi ide, pembeli mesin, serta pemberi perintah. Beragam peran lain dari dosen, ASN, pegawai bank BUMN, honorer, pengusaha, hingga juru masak.
Dengan demikian, jaringan ini berjalan tidak hanya lokal, melainkan juga diduga menjalin keterlibatan internasional, untuk mengimpor kertas dan tinta dari China.
Sebenarnya, sindikat ini sudah aktif sejak Juni 2010 hingga 2012, namun sempat vakum. Kemudian, pada Oktober 2022, mereka kembali beroperasi setelah mengimpor mesin cetak canggih dari China melalui Surabaya. Menurut pengakuan Kapolda Sulsel, proses produksi uang palsu baru dimulai intensif pada Mei 2024, bahkan hingga lolos deteksi UV dan X-ray.
Barang bukti yang disita terdapat sekitar 98 item, termasuk uang palsu dalam bentuk lembaran Rp 100 ribu, Rp 500 ribu, serta SBN dan sertifikat deposito fiktif triliunan rupiah. Juga mesin cetak profesional dari China, berkualitas nyaris sempurna dan sulit dideteksi.
Ketika penggerebekan berlangsung, aparat menyita uang palsu senilai Rp 446,7 juta yang sudah siap edar di perpustakaan kampus. Salah seorang akun Reddit menyoroti:
“kualitas uang palsunya sampai bisa ngibulin mesin setor tunai loh, dipakai dana kampanye pilkada juga… jadi lagi banyak2nya beredar di Sulsel”
Kemudian, pada Maret 2025, tim penyidik Polres Gowa dilaporkan melimpahkan 11 tersangka ke Kejaksaan Negeri Gowa, meski masih menjalani perbaikan terhadap beberapa berkas perkara. Sementara itu, persidangan telah berjalan untuk 15 terdakwa, termasuk ASN, dosen, dan pegawai bank. Sebabnya, mereka dijerat dengan Undang-Undang Nomor 7 Tahun 2011 tentang Mata Uang, yang ancamannya bisa mencapai penjara seumur hidup.